Rabu, 09 April 2014

Identifikasi Morfem, Jenis-jenis Morfem

TEORI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
“MORFOLOGI”


unri.jpg
Disusun Oleh:
Kelompok V
Desra Wahyuni
Ibna Hafizah
Raudiatul Adawiyah
Sulastri
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2014


A.    PENGERTIAN MORFOLOGI
              Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani “morphe” yang digabungkan dengan “logos”. Morphe berarti bentuk dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan.  Berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk. Jadi, morfologi adalah suatu ilmu tatabahasa yang mempelajari tentang seluk beluk bentuk kata.
              Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
              Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Berikut kami sajikan pula pengertian morfologi menurut para ahli:
Ø  Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987: 21).
Ø  Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana, 1993: 51).
Ø  Morfologi adalah bagian dari tatabahasa yang membicarakan bentuk kata (Keraf, 1984: 51).
Ø  Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapatlah dinyatakan bahwa morfologi adalah bidang linguistik, ilmu bahasa, atau bagian dari tatabahasa yang mempelajari morfem dan kata beserta fungsi perubahan-perubahan gramatikal dan semantiknya.

              Bila kita terdengar arus ujaran seperti “Dody menyelesaikan pekerjaan itu”. Bentukan-bentukan yang terdapat dalam arus ujaran di atas semula belum dapat dipahami maksud dan tujuannya. Setelah kita pisahkan arus ujaran sesuai dengan bentuknya, maka menjadi Dody menyelesaikan pekerjaan itu. Tapi hasil pemisahan unsur bentuk kata menyelesaikan dan pekerjaan masih dapat dipecah lagi menjadi unsur-unsur men-, selesai, kan dan pe-, kerja, -an. Unsur-unsur selesai dan kerja serta unsur-unsur dody dan itu tidak dapat dipecah lagi. Unsur-unsur tersebut dapat langsung membina kalimat seperti dody selesai kerja. Pengertian dalam memecah-mecahkan unsur bentukan inilah yang dipelajari dalam morfologi. Dan ruang lingkup morfologi mencakup morfem, morf, dan alomorf.

B.     IDENTIFIKASI MORFEM
              Morfem berasal dari kata “morphe” yang berarti bentuk kata dan “ema” yang berarti membedakan arti. Jadi sederhananya, morfem itu suatu bentuk terkecil yang dapat membedakan arti. Berikut pengertian morfem menurut beberapa ahli:
Ø  Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna (Chaer, 1994: 146).
Ø  Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil; misalnya (ter-), (di-), (pensil), dan sebagainya adalah morfem (Kridalaksana, 1993: 141).
Ø  Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya (Keraf, 1984: 52).
Ø  Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapatlah disimpulkan bahwa morfem tidak lain adalah satuan bahasa atau gramatik terkecil yang bermakna, yang dapat berupa imbuhan atau pun kata.
              Untuk membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat kita lakukan dengan menggabungkan morfem itu dengan kata yang mempunyai arti leksikal. Jika penggabungan itu menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkn dengan kata dasar itu adalah morfem.
Contoh:
·         Kata baik dengan kata membaik, jadi dengan kata menjadi, dan sebagainya. Kata baik mempunyai arti berbeda dengan kata membaik, karena kata baik terdiri dari satu morfem, sedangkan kata membaik terdiri dari dua morfem yaitu morfem terikat berupa me- dan morfem bebas berupa baik. Disini akan berbeda arti yang terkandung di dalamnya.
·         Morfem –an, -di, me-, ter-, -lah, jika digabungkan dengan kata makan, dapat membentuk kata makanan, dimakan, memakan, termakan, makanlah, yang mempunyai makna baru yang berbeda dengan makna kata makan.
              Untuk menentukan bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem atau bukan kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam bentuk lain. Bila satuan bentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya makna sama, maka bentuk tersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi, satuan bentuk yang merupakan morfem diapit dengan kurung kurawal ({ }) kata kedua menjadi {ke} + {dua}.


C.    MORF DAN ALOMORF
1.      Morf
              Morf adalah anggota morfem yang belum ditentukan distribusinya. Misalnya/i/ pada kata kenai adalah morf; morf adalah ujud kongkret atau ujud fonemis dari morfem, misalnya men- adalah ujud konkret dari meN- yang bersifat abstrak (Kridalaksana, 1993: 141). Jadi, sederhananya morf itu adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya.
2.      Alomorf
              Alomorf adalah variasi bentuk morfem terikat yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya, atau bisa juga dikatakan nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya,  morfem: me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-.
              Dalam merumuskan alomorf ini, kita harus tahu lebih dulu morfem terikat apa yang melekat pada kata dasarnya. Untuk merealisasikan masalah tersebut, maka harus disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Contoh-contoh alomorf dibawah ini:
·         ber-,              ber-                                be-                            bel-
                     berjalan                          bekerja                      belajar
                     berlari                            berenang                   -

·         me-,              me-                                men-                         mem-
                     melacak                         mendaki                   membeli
                     melarikan                       mencari                     mempercayai
                    
                     meng-                            meny-
                     mengoreksi                    menyapu
                     menggoreng                  menyanyi

·         pe-                pe-                                 pen-                          pem-
                     pelari                             pendatang                pembeli
                     penyanyi                        pencari                      pembanjak

                     peng-                             pel-
                     pengemudi                    pelajar
                     pengendara                    pelacur dan sebagainya.

              Bentuk linguistik di atas dapat berwujud morfem, morf, alomorf, kata, bahkan ada yang lebih tinggi tatarannya yaitu frasa, klausa dan kalimat. Kelompok terakhir ini tidak dibicarakan pada bab ini. Oleh sebab itu, bentuk-bentuk diatas terdiri atas satuan-satuan yang lebih kecil dan masih ada hubungan arti.

D.    KLASIFIKASI MORFEM

1.      Apabila ditinjau dari segi bentuknya dapat dibedakan menjadi:
a.      Morfem Bebas
              Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti tanpa harus dihubungkan dengan morfem lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem bebas. Misalnya buku, pensil, meja, rumah dan sebagainya. Contoh-contoh di atas dikatakan morfem karena merupakan bentuk terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Apabila bentuk itu kita pecah lagi, sehingga menjadi bu- ku, me- ja, pen- sil, ru- mah, dan seterusnya, maka bentuk bu- dan bentuk ku tidak mempunyai arti. Dengan demikian bentuk buku, meja, pensil dan rumah tidak dapat dipecah lagi. Bentuk yang demikian itilah yang disebut morfem bebas.

b.      Morfem Terikat
              Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak mempunyai arti. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu, unsur-unsur kecil seperti partikel –ku, -lah, -kah, dan bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.
v  Morfem terikat apabila ditinjau dari segi tempat melekatnya dapat dibedakan menjadi:
ü  Prefiks (awalan)         :             me-, ber-, ter-, di-, ke-, pe-, per-, se-
ü  Infiks (sisipan)            :             -em, -el, er-
ü  Sufiks (akhiran)          :             -an, -i, -kan, -nya, -man, -wati, -wan, -nda
ü  Konfiks (gabungan)   :             ke+an, pe+an, per+an, me+kan, di+kan,
                                               me+per+kan, di+per+kan, me+per+i,
                                               di+per+i, ber+kan, ber+an.

v  Morfem terikat apabila ditinjau dari asal usulnya, maka dapat dibedakan menjadi:
ü  Morfem terikat asli bahasa Indonesia ; lihat contoh-contoh di atas.
ü  Morfem terikat dari bahasa asing, misalnya ;
o   Bahasa Jawa                 : tuna, tata, daya, wawan, pramu, sarwa.
o   Bahasa Sansekerta        : pra, swa, maha, pri, wan, man, wati
o   Bahasa Barat                : is, istis, isme, isasi, if, or, om, us, re, de,
                                      di, en, ab, in, eks, mon.
o   Bahasa Arab                 : i, wi, ani, ni, iah, at, mun, mat.

2.       Apabila ditinjau dari segi keutuhaannya dapat dibedakan menjadi:

a.       Morfem Utuh, yaitu morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Misalnya, meja, kursi, rumah, henti, juang, dan sebagainya.

b.      Morfem Terbagi, yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi. Misalnya, pada kata satuan (satu) merupakan morfem utuh dan (ke-/-an) adalah morfem terbagi. Semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terbagi.

3.      Apabila ditinjau dari segi maknanya dapat dibedakan menjadi:
a.       Morfem Bermakna Leksikal, yaitu morfem-morfem yang secara inher telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Misalnya, morfem-morfem seperti (kuda), (pergi), (lari), dan sebagainya adalah morfem bermakna leksikal. Morfem-morfem seperti itu sudah dapat digunakan secara bebas dan mempunyai kedudukan yang otonom dalam pertuturan.

b.       Morfem Tak Bermakna Leksikal, yaitu morfem-morfem yang tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri sebelum bergabung dengan morfem lainnya dalam proses morfologis. Misalnya, morfem-morfem afiks (ber-), (me-), (ter-), dan sebagainya.

4.      Morfem Segmental dan Suprasegmental 
            Perbedaan morfem segmental dan suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmenntal seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan petunjuk kala (tense) yang berupa nada.

5.      Morfem Beralomorf Zero
            Dalam linguistik deskriptif, ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa ”kekosongan”. 
·                     Bentuk tunggal : I have a book ; I have a sheep 
·                     Bentuk jamak : I have two books ; I have two sheep
·                     Kata kini : They call me; They hit me
·                     Kata lampau : They called me ; They hit me
            Bentuk tunggal untuk book adalah books dan bentuk jamaknya adalah books; bentuk tunggal untuksheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga. Karena bentuk jamak untuk books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem {book} dan morfem {-s}, maka dipastikan bentuk jamak untuk sheepadalah morfem {sheep} dan morfem {Ø}. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa {Ø} merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris.
           
6.      Morfem Dasar, Dasar, Pangkal, dan Akar 
            Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi.
            Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi. Akar atau (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.
E.     Kata
1. Hakikat Kata 
            Menurut para tata bahasawan tradisional, kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual; dan menggantinya dengan satuan yang disebut morfem. Tidak dibicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield karena dalam analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, morfem, dan kalimat.
            2. Klasifikasi Kata
            Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi dalam mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektifa; sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, asverbia, pronomina, dan lain-lainnya. Yang disebut verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata.
            Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Misalnya, yang disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan; verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak; sedangkan ajektifa adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat. 
            3. Pembentukan Kata 
            Untuk dapat digunakan dalam suatu kalimat, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
a. Inflektif 
            Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.

b. Deviratif 
            Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan kata secara deviratif membentuk kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing ’menyanyi’ terbentuk kata singer ’penyanyi’. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina. 
3. Proses Morfemis 
            Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi intern.
a. Afiksasi 
            Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. 
·                     Prefiks : afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar : me- pada kata menghibur  
·                     Infiks : afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar : -el- pada kata telunjuk 
·                     Sufiks : afiks yang diimbuhkan di belakang bentuk dasar : -an pada kata bagian  
·                     Konfiks : afiks yang berupa morfem terbagi yang berposisi di muka dan belakang bentuk dasar : ke-/-an pada kata keterangan 
·                     Interfiks sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua unsur : Stern (unsur 1) + Banner (unsur 2) → Stern.en.banner (bahasa Indo German)
·                     Transfiks : sfiks yang berwujud vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar : k-t-b ’tulis’ (dasar dalam bahasa Arab) : kitab ’buku’, maktaba ’toko buku’

b. Reduplikasi 
            Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar. Dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian, seperti lelaki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional dan dapat pula bersifat devirasional. Reduplikasi yang infleksional tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti ’banyak meja’. Yang bersifat devirasioanal membentuk kata baru. Misalnya, kata laba-laba dan pura-pura. 
c. Komposisi 
            Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda. Misalnya, lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. Produktifnya proses komposisi dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah, antara lain masalah kata majemuk, aneksi, dan frase.
            Kata majemuk adalah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan dari makna unsur-unsurnya. Misalnya, kumis kucing ’sejenis tumbuhan’, mata sapi ’telur yang digoreng tanpa dihancurkan’, dan mata hati.

d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi 
            Konversi, sering juga disebut devirasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru adalah nomina; sedangkan dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik baru ditanami adalah sebuah verba. 
            Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (biasanya berupa konsonan). Misalnya, dalam bahasa Arab morfem dasar dengan kerangka k-t-b ’tulis’. 
·                     katab ’dia laki-laki menulis’
·                     maktub ’sudah ditulis’
·                     maktaba ’toko buku’
            Ada sejenis modifikasi internal yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar hampir atau tidak tampak lagi. Misalnya, kata Inggris go yang menjadi went; atau verba be manjadi was atau were.

e. Pemendekan 
            Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tertapi maknanya tetap sama. Misalnya, bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (halaman), dan SD (Sekolah Dasar). Pemendekan ini mengahsilkan singkatan. Selain singkatan, ada akronim, yaitu hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Misalnya, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), inpres (instruksi presiden), dan wagub (wakil gurbernur). 
4. Morfofonemik
            Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi. Misalnya, prefiks me- berubah menjadi mem-, men-, meny-, meng-dan menge-. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik dapat berwujud: 
·                     Pemunculan fonem : me- + baca → membaca 
·                     Pelesapan fonem : sejarah + -wan → sejarawan 
·                     Peluluhan fonem : me- + sikat → menyikat 
·                     Perubahan fonem : ber- + ajar → belajar  
·                     Pergeseran fonem : ja.wab + an → ja.wa.ban

 DAFTAR PUSTAKA

Falah Zainal, S.Hud. (1996). Tatabahasa Indonesia. Yogyakarta: CV. Karyono.
Chaer Abdul. (2011). Tatabahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Masnur Muslich. (2010). Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta Timur: PT. Bumi Aksara.
Alwi, Hasan, dkk. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.



2 komentar:

  1. morfem kesedihan itu seperti apa

    BalasHapus
  2. Mummys Gold Casino Online | JT Hub
    Mummys Gold 군포 출장샵 Casino Online is powered by 대전광역 출장마사지 Playtech 여주 출장샵 which has over 사천 출장안마 100 of the 전라북도 출장샵 leading software solutions for the online gambling industry. We have been a huge fan

    BalasHapus